Senin, 01 April 2013

MUHKAM & MUTASYABIH

A.    Pendahuluan
Sejak turunnya Al Quran pada masa Rasulullah, pengkajian tentang Al Quran tidak pernah berakhir. Ketika ayat pertama turun di gua Hira melalui malaikat Jibril, sejak itulah pengkajian mengenai Al Quran dimulai. Untuk memahami wahyu yang turun tersebut dibutuhkan penalaran dan pemahaman yang mendalam. Al Quran mulai menjadi perbincangan masyarakat ketika itu. Hingga akhirnya Rasulullah wafat, pengkajian mengenai Al Quran terus berlanjut. Hingga saat ini pun pengkajian mengenai Al Quran terus berlanjut. Dengan adanya Ulumul Quran umat yang hidup jauh dari zaman Rasulullah hidup, dapat mempelajari ilmu tentang Al Quran. Pembahasan Ulumul Quran salah satunya adalah tentang muhkam wa mutasyabih.
Kajian Ulumul Quran tentang muhkam wa mutasyabih memiliki maksud untuk memudahkan manusia mengetahui, memahami serta mengamalkan isi kandungan Al Quran begitu juga untuk memperlihatkan mukjizad Al Quran. Al Quran diturunkan bukan hanya dibaca untuk mendapatkan pahala namun juga difahami maksud dan inti Al Quran. Al Quran juga merupakan mukjizad sebagai bukti bahwa Al Quran bukanlah ciptaan manusia namun ciptaan Allah Swt.  

B.     Pembahasan
a.       Pengertian
1. Muhkam dan Mutasyabih dalam Arti Umum
Kata muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Melalui pengertian inilah Allah mensifati al-Qur’an itu seluruhnya muhkam, sebagaimana ditegaskan didalam firman-Nya
كتب ا حكمت ا يته…..
“inilah sebuah kitab yang ayat-ayatnya diperkuat dan diperjelas secara rinci yang diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Hud: 1)
Maksudnya adalah kata-kata Qur’an yang kokoh, fasih (indah dan jelas) dan membedakan antara yang hak dengan yang batil dan antara yang benar dengan yang dusta1.
Sedangkan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabaha-yatasyabahu yang artinya keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Asyabuh al-kalam  berarti kesamaan dan kesesuaian perkataan karena sebagiannya membetulkan sebagian yang lain[1].
Melalui pengertian ini Allah mensifati Qur’an seluruhnya adalah mutasyabih, sebagai mana ditegaskan didalam firman-Nya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya)”.(Qs.Az-Zumar: 23), maksudnya adalah sebagian kandungan Qur’an serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagiannya membenarkan yang lain dengan makna yang sesuai.
Penjelasan diatas tidak menjadikan kontradiksi ayat al-Qur’an yang satu dengan ayat-ayat yang lain. Jadi, pernyataan bahwa al-Qur’an itu seluruhnya muhkam adalah dengan pengertian itqan (kuat, kokoh, indah), yakni ayat-ayatnya serupa, saling membenarkan satu sama lain. Jika Qur’an memerintahkan sesuatu hal maka ia tidak akan memerintahkal kebalikannya di tempat lain, tetapi ia akan memerintahkannya pula atau yang serupa dengannya. Demikian pula dalam hal larangan dan berita. Tidak ada pertentangan dan perselisihan dalam al-Qur’an. Hal tersebut dipertegas melalui firman Allah: “Apakah mereka tidak memahami al-Qur’an, dan seandainya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, pasti mereka mendapati banyak pertentangan (satu sama lain) didalamnya”. (Qs. An-Nisa: 82)[2]
2. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih Secara Khusus
Dasarnya adalah firman Allah: “Dialah yang menurunkan al-Kitab (Qur’an) kepadamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat muhkam, itulah pokok-pokok isi Qur’an dan yang (ayat-ayat) mutasyabih. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat. Semuanya itu dari sisi Tuhan kami, dan tidak dapat mengambil pelajaran kecuali orng-orang yang berakal.” (Qs. Ali Imraon: 7)
Terdapat perbedaan pendapat dalam pengartian keduanya, namun intinya menjelaskan bahwa
1.      muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabih maksudnya hanya diketahui oleh Allah.
2.      Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung banyak wajah.
3.      Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.
Adapun contoh ayat-ayat muhkam dalam Qur’an terdapat pada ayat-ayat nasikh, ayat-ayat tentang halal haram, hudud (hukum-hukum Allah), kewajiban, janji dan ancaman[3].
Menurut istilahnya, para ulama memiliki berbagai pandangan terhadap muhkam dan mutasyabih, yakni sebagai berikut:
1.      Ulama golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Lafal muhkam adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan dita’wilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contohnya: terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf Muqaththa’ah.
2.      Ulama golongan Hanafiyah
Lafal muhkam ialah yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafal mutasyabih adalah lafal yang sama maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia ataupun tidak tercantum dalam dalil-dalil nash (teks dalil-dalil). Sebab, lafal mutasyabih termasuk hal-hal yang diketahui Allah SWT saja artinya. Contoh: hal-hal ghaib.
3.      Ulama golongan Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
Lafal muhkam adalah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali satu arah/segi saja. Sedangkan lafal mutasyabih adalah artinya dapat ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih memiliki kesamaan. Misalnya, seperti masalah surge, neraka, dan sebagainya.
4.      Imam Ibnu Hanbal
Lafal muhkam adalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedangkan lafal mutasyabih, membutuhkan penjelasan arti maksudnya, karena adanya bermacam-macam takwil terhadap lafal tesebut. Contohnya seperti lafal yang bermakna ganda (lafal musytarak), lafal asing (gharib), lafal yang berarti lain (lafal majaz), dan sebagainya.
5.      Imamul Haramain
Lafal muhkam ialah lafal yang tepat susunan, dan tertibnya secara biasa, sehingga mudah dipahami arti dan maksudnya. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang maknanya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia, kecuali jika disertai dengan adanyatanda/isyarat yang menjelaskannya. Contohnya seperi lafal yang musytarak, mutlak khafi (samar), dan sebagainya[4].

b.      Pendapat Ulama
  1. Madzhab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah). Mereka menyucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an. Di antara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik yang berasal dari ulama mutaqaddimin.
2. Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin[5].

c.       Faktor yang Menyebabkan Muhkam dan Mutasyabih
Allah SWT membedakan antara ayat muhkan dan mutasyabih juga menjadikan ayat muhkam sebagai pembanding ayat mutasyabih. Hal ini Allah SWT telah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 7.
Artinya: “Dia-lah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al Quran) kepada kamu. Diantara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat,itulah pokok-pokok isi Al Quran, dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat”.
Adapun penyebab muhkam dan mutasyabih karena kesamaran pada lafal, pada makna, pada lafal dan makna, secara rinci yaitu
1.      Kesamaran pada lafal
Dalam Al Quran, ayat-ayat mutasyabihah terdapat kesamaran pada lafal, lafal mufrad (lafal yang belum tersusun dengan lafal lain) terdapat pada ayat 31 surah Abasa. Dalam ayat ini kata abban jarang terdapat dalam AlQuran sehingga sulit difahami, namun dalam ayat berikutnya diperjelas dengan adanya kalimat yang disenangi manusia dan binatang ternak maka, yang dimaksud abban adalah rerumputan yang disenangi manusia dan binatang ternak1. Timbulnya kesamaran ayat juga terdapat pada ayat 93 surah Shaffat, Terjemahnya “Lalu dihadapinya berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya”. Kata alyamiin mengandung beberapa pengertian, yaitu menggunakan tangan kanan, memukul dengan keras karena yang kanan ialah yang terkuat dari kedua anggota badan, memukul itu disebabkan tangan kanan yang sudah bersumpah dengan Nabi Ibrahim 2 yang tersurat dalam surat Al Anbiya’ ayat 57. Kesamaran pada lafal murakkab (lafal yang telah tersususn dengan lafal yang lain) karena ayat tersebut terlalu ringkas, bermakna luas, memiliki susunan kalimat yang kurang tertib. Salah satunya terdapat pada surah An Nisa ayat 3. Dalam ayat ini sukar difahami karena terlalu ringkas dengan menambahkan kalimat, maka maksudnya akan lebih jelas. Penambahan kalimat untuk memperjelas ayat yang samar untuk diterjemahkan dan difahami.
2.      Kesamaran pada makna
Kesamaran pada ayat mutasyabih tentang kenikmatan surga, siksa neraka, tanda-tanda hari kiamat. Manusia hanya dapat menerka dengan akal pikirannya namun tidak dapat menjangkau wujud dari makna yng terkandung dalam ayat Al Quran.Sebagaimana yang tersurat dalam surah Al qiyamah ayat 6-13, yang menginformasikan kepada manusia tentang tanda-tanda hari kiamat. Begitu pun keberadaan surga terdapat pada surat Al Ghosiyah 9-16. Keberadaan  neraka  terdapat pada surah An Nisa ayat 56.
3.      Kesamaran pada lafal dan pada makna
Terdapat pada ayat 189 surah Al Baqoroh
وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى  (البقرة: 189)
Artinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang bertaqwa”3
Pada ayat ini terdapat kesamaran lafal juga terdapat kesamaran makna karena kebiasaan orang Arab yang sukar diketahui oleh bangsa lain. Maka terjadipenambahan ungkapan dengan kalimat jika kalian sedang melkukan ihram untukhaji atau untuk umrah. Selain pada surah Al Baqoroh ayat 189. Terdapat lima aspek kesamaran pada lafal ayat dan makna ayat yaitu
-          aspek cara (al-kaifiyyah), tentang pelaksanaan kewajiban agama dalam surah Thoha ayat 14 tenteng mendirikan sholat untuk mengingat Aku (Allah). Ayat ini tidak menjelaskan teknis pelaksanaan sholat, dalam ayat ini pun hanya perintah untuk sholat sehingga terjadi kesamaran bentuk sholat yang dilaksanakan harus dilaksanakan seperti apa.
-          Aspek waktu, tentang batas waktu pelaksanaan perbuatan terjadi dalam ayat 102 surah Ali Imron mengenai batas waktu takwa. Dalam ayat ini Allah menyuruh manusia untuk bertakwa dengan sungguh-sungguh namun tidak menjelaskan batas akhir bertakwa.
-          Aspek tempat yang dimaksud dalam ayat 189 surah Al Baqoroh terjadi kesamaran mengenai rumah. Dalam ayat ini tidak dijelaskan maksud ayat tersebut.
-          Aspek syarat melaksanakan ibadah (sholat, puasa, haji). Dalam ayat mutasyabih tidak diterangkan mengenai syarat sahnya melaksanakan ibadah.

d.      MACAM-MACAM MUTASYABIH
Dari pembahasan mengenai faktor penyebab muhkam dan mutasyabih, maka dapat diketahui macam-macam ayat muhkam dan mutasyabih. Pembagiannya sebagai berikut:
1.      Ayat-ayat mutasyabih tidak seorang pun yang mengetahui kecuali hanya Allah SWT. Seperti:
o   Hal-hal yang bersifat abstrak dan ghaib seperti dalam ayat:
يسئلونك عن الساعة أيان مرسها * جزاؤهم عند ربهم جنت عدن تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا
o    Yang menerangkan dzat Allah seperti dalam ayat
الرحمن على العرش استوى (طه: 5)
o    Yang menjelaskan sifat-sifat Allah seperti dalam ayat
                                                                              وكلم الله موسى تكليما4
2.      Pengkajian mengenai ayat mutasyabih dengan pengkajian yang mendalam untuk dapat diketahui dan difahami oleh umat manusia.
3.      Ayat-ayat mutasyabih diketahuihanya oleh Allah SWTdan para pakar ilmuwan (rasikh fi al ilmi), jadi bukan sembarang orang yang yang mengetahuinya.

e.       HIKMAH DITURUNKAN AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
a.         Menjadi rahmat bagi manusia, terutama bagi orang yang mempunyai kelemahan dalam berbahasa arab.
b.         Memudahkan manusia untuk mengetahui arti dan maksud dalam menghayati dan mempelajariAl-Qur’an.
c.      Memperlancar usaha menafsirkan Al-Qur’an
d.   Mengharuskan adanya upaya untuk mengungkapkan maksud, sehingga akan mendapatkan pahala.
e.    Sekiranya Al-Qur’an seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab. Sebab ,kejelasannya akan membatalkan semua mazhab di luarnya. Sedangkan yang demikian tidak dapat diterima semua mazhab dan tidak memanfaatkannya.Akan tetapi jika Al-Qur’an mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing-masing dari penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya.Selanjutnya ,semua penganut mazhab akan memperhatikan dan merenungkannya .Sekiranya mereka terus menggalinya maka ayat-ayat Muhkamat menjadi penafsirnya5.
f.     Memudahkan bagi umat manusia untuk menghafal Al Quran.
g.      Rahmat Allah bagi manusia karena dengan argument akal yang telah dikaruniakan Allah SWT berfungsi serta rahmat bagi manusia yang lemah yang tidak mampu mengetahui segala sesuatu6.
h.      Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia. Untuk menguji umat manusia tantang keberadaan Allah, malaikat, surga, neraka, hal yang ghoib apakah mereka percaya dengan kabar yang telah disampaikan oleh orang yang benar.
i.        Membuktikan bahwa manusia lemah, terbatas, dan bodoh. Sehebat apapun kekuatan akal yang dimiliki oleh manusia tidak mampu menndingi Allah SWT dengan ayat yang telah diturunkan.
j.        Memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an, karena dalam ayat l Quran terkandung pengertian dan maksud yang tersembunyi.
k.      Peringatan bagi orang-orang yang sengaja mengutak-atik ayat-ayat dalam Al Quran.

C.     Kesimpulan
Pembahasan mengenai muhkam dan mutasyabih dapat dijadikan pelajaran bahwa di dalam ayat-ayat Al Quran banyak terdapat ayat mutasyabih sehingga memungkinkan terjadinya ambiguitas maka membutuhkan penjelasan yang mendalam dari para ulama yang mampu dan memiliki kemampuan dalam memahami ayat-ayat Al Quran agar tidak terjadi pemahaman yang salah. Sebagai manusia para ulama hanya sedikit mentakwilkan ayat, maka dengan menyerahkan maksud ayat tersebut kepada Allah SWT merupakan hal yang dilakukan para ulama. Karena tidak sidikit pula para ulama yang menyampaikan pandangannya mengenai ayat mutasyabih dengan ilmu dan kemampuannya, maka banyak terjadi perbedaan terhadap ayat mutasyabih, namun tetap memberikan manfaat bagi manusia. Pembahasan mengenai muhkam dan mutasyabih akan terus berlanjut selama Al Quran masih ada.






Dafta Pustaka
Al Quran Al Karim
Quthan Mana’ul,1994,Pembahasab Ilmu Al-Qur’an,Jakarta:PT Rineka Cipta
Khalil Al-Qattan Manna, 1973,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,Jakarta:PT Pustaka Litera Antar Nusa
Masyur Kahar, 1992,Pokok-Pokok Ulumul Qura’an,Jakarta:PT Rineka Cipta
Djalal Abdul,1998,Ulumul Quran,Surabaya:Dunia Ilmu
Http:// Siratullah186.wordpress.com/2009/12/30/muhkam-dan-mutasyabih/




[1] Manna’ Khalil al-Qattan. 1973. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: P.T Litera Antar Nusa, hal 303.
[2]  Ibid, hal: 303-304
[3] Mana’ul Qathan. 1994. Pembahasan Ilmu al-Qur’an. Jakarta: P.T  Rineka Cipta, hal: 4.
[4]  Abdul Djalal. 1998. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, hal: 240-241.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar