“Kruyuk..kruyuk..”, Neza meringis
memegangi perutnya yang mulai melakukan demonstrasi. Jam di gedung itu
menunjukkan pukul 20.55.
“Sabar
Nez, tinggal lima menit lagi”, batinnya sambil mengelus perutnya.
“Hihihihi…Laper
ya Nez?”, kata Soul memandang Neza dengan wajah geli.
“hehehe..”.
Soul
hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sabahatnya itu. Ia tau sekali
karakter Neza. Kalau Neza sudah terserang Virus Kelaparan wataknya akan berubah
total. Ia akan terserang gejala otak beku alias Otaknya jadi buntu tidak mau
diajak berpikir, gejala bermonolog alias sering meracau sendiri dan jadi super
galak seperti singa. Hehehe…
***
“Mau
makan dimana Nez?”, kata Soul samar-samar dari balik helmnya.
“Nyari
yang murah tapi kenyang Soul. Uang ku menipis nih”. Soul hanya mengacungkan
jempolnya tanda setuju.
Beberapa
warung makan telah mereka eliminasi dan akhirnya mereka melihat gerobak dengan
penerangan lampu warna-warni. Neza dan Soul saling pandang, mengirimkan sinyal
“ayoo serbuuu..”.
Setelah
lumayan dekat ternyata gerobak itu adalah sebuah gerobak angringan. Hem.. cukup
menarik dan unik. Karena berbeda dengan angkringan-angkringan lain yang
terkesan remang-remang. Angkringan ini malahan diterangi lampu banyak lampu dan
tempatnya cukup luas. Mau duduk mau lesehat..terserah anda hehehe..
“Malam
mbak. Silahkan dipilih menunya”,kata mas angkringan dengan senyum ramah.
“Yuhuu…”,
batin Neza girang.
Entah
karena melihat Neza yang tengah lahap
makan atau karena sekedar basa-basi khas pedagang..si mas angkringan yang
dipanggilan para pelanggan setianya dengan sebutan “akh” itu mulai
menanya-nayai Neza.
Terdorong
rasa ingin tau Neza balas memberondong si akh dengan beberapa pertanyaan
sekaligus. Sesi tanya jawab pun dibuka “Teng..teng..”.
“hem..dasar
obsesi jadi wartawan gak kesampaian”, gumam Soul geleng-geleng.
Serunya
pembicaraan mereka membuat beberapa pelanggan setia si akh tampak memendang
Neza heran. Tapi, nampaknya Neza belum menyadarinya..
Neza
masih asyik mendengarkan cerita si akh yang ternyata adalah seorang mahasiswa
seperti dirinya juga. Dan ternyata mereka satu universitas, bahkan fakultas
mereka letaknya berhadapan. “Hem, dunia itu terkadang terasa sempit”.
Dari
bertanya-tanya masalah omset cerita si akh pun melebar kearah pengalaman hidupnya.
Dari niatnya kuliah yang tidak disetujui orang tuanya, kabur dari rumah demi sebuah
pembuktian diri dan perjuangannya untuk membiayaai kehidupannya di jogja dan
untuk membayar kuliahnya.
Semua pekerjaan ia lakukan dari mengamen,
menjadi penjual Koran sampai menjadi
pemilik angkringan saat ini. Dan dengan bangga sekarang ia bisa mengatakan
kepada orang tuanya bahwa ia bisa kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri
dengan biaya sendiri, bisa menguliahkan adiknya dan sedang merampungkan
skripsinya. Yah, walaupun ia agak terlambat dari teman-temannya yang lain.
“Wah..wah..,
mbaknya nih tertarik sama ceritanya si akh, sama usaha angringannya atau sama
si akh nya sendiri nih???. Ko dari tadi nanya-nanya terus”,goda salah seorang
pelanggan angkringan itu sambil senyum-senyum.
“TEeeennNg!!!
Nah, lhooooo Nez, mau jawab apa?”, batin Neza sambil tersenyum kecut.
Nah..nah…
ko si akh juga ikut senyum-senyum gitu yah?. Neza berpaling kearah Soul meminta
pembelaan darinya yang tadi sempat ikut nimbrung pembicaraan mereka. Soul
malahan mengedikkan bahunya sambil tersenyum penuh kemenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar